Jumat, 16 November 2012

Environmentally Friendly Business


Abstract
Now that our earth had reached its bad condition, people have been rethink about what should they do to stop and to heal from its bad condition and to save every little being in nature that have been damaged by people themselves. Go Green, it was the label added in every activity or something related to Environmental Friendly. Now, environmental friendly concept has attended in Business department. People in business world aware that their participation in their business activity needs to add the Go Green label as well. Whether it surely just for the profit purpose or really to save the earth, or both we can’t judge.

Pendahuluan
Isu Global Warming dan berbagai cara menanggulanginya atau yang disebut dengan Go Green tentu sudah menjadi topik dunia, tidak terkecuali dalam dunia bisnis. Konsep Go Green atau Ramah lingkungan menjadi terobosan baru dalam strategi berbisnis. Betapa tidak, secara umum, jika sebuah proses bisnis menggunakan lebih sedikit sumber daya maka dampak kerusakan lingkungan juga berkurang. Sebagai contoh jika sebuah perusahaan mengurangi penggunaan bahan pembungkus maka bukan hanya biaya bahan pembungkusan saja yg tereduksi tapi unit yang di angkut ke dalam truk juga semakin banyak, maka biaya pengangkutan dan polusi yang disebabkan oleh mobil pengangkut tersebut juga terkurangi.
Industri identik dengan persoalan limbah yang dihasilkannya, limbah adalah bukti bahwa perusahaan tersebut berjalan. Namun berkenaan dengan keadaan alam yang tidak semakin membaik membuat mereka memutar otak agar menemukan cara yang tepat untuk terus tetap menjalankan bisnis mereka tanpa harus merusak alam lebih jauh.
Perusahaan yang ideal tidak lagi mengutamakan kepentingan mencari profit semata saja. People, Planet, profit adalah tiga hal utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam berbisnis saat ini. Tidak hanya menyambar ‘profit’ ketika tugas memenuhi kebutuhan ‘people’ saja namun mereka juga harus menjalankan kewajibannya untuk menjaga ‘planet’.
Sayangnya di Indonesia perusahaan yang ada belum menunjukkan retribusi mereka dalam penyelamatan bumi, lain halnya di luar negeri konsep bisnis semacam ini telah berkembang cukup jauh.
Sebut saja perusahaan computer kenamaan Dell, pada tahun 2009 TBR (Technology Business Research) mengumumkan bahwa pihak Dell menempati posisi pertama sebagai perusahaan yang menerapkan Green Computing. Green computing adalah studi dan praktik sumber daya berbasis computer yang ramah lingkungan. Pabrik mereka memproduksi computer yang merefleksikan konsep kebutuhan people, profit and planet. Berbeda dengan Dell yang memproduksi green computer, IBM dengan posisi keduanya menerapkan konsep hemat energi dan air yang tentunya sangat bermanfaat. Menurut sumber dari IBM, pada tahun yang sama (2009) IBM berhasil menghemat sekitar 4.6 Milyar KWh energi listrik dan mencegah emisi hampir sebanyak 3.000.000 ton2 karbondioksida. Bayangkan betapa besar dampak yang dihasilkan oleh beberapa perusahaan saja, penerapan bisnis seperti ini seharusnya dijalankan oleh semua perusahaan yang ada di dunia.
Tulisan di atas adalah latar belakang mengapa Bisnis Ramah Lingkungan yang saat ini cukup popular harus diperhatikan dan diterapkan dalam dunia bisnis. Lalu apa sebernanya Green Business tersebut?

Pembahasan

 Menurut literatur, “Greening business management” adalah strategi pengelolaan lingkungan yang terpadu yang meliputi pengembangan struktur organisai, sistem dan budidaya dalam suatu kompetensi hijau dengan cara menerapkan dan mentaati seluruh peraturan tentang pengelolaan limbah, penggunaan sumberdaya alam yang efektif, penggunaan teknologi produksi yang menghasilkan limbah minimal serta menerapkan komitmen kesadaran lingkungan bagi seluruh karyawan dalam organisasinya, atau secara singkat dapat dicerna sebagai pengelolaan bisnis yang dapat mempertanggungjawabkan kegiatan bisnisnya kepada seluruh pihak baik konsumen, karyawan, pemerintah maupun alam.

Menurut jurnal yang menjadi rujukan paper ini secara mendasar terdapat lima langkah pada masing – masing fase, misalnya input, proses, output, lingkungan eksternal dan marketing (Briyan Titley, 2008). Untuk menjadi benar – benar “Hijau”, perusahaan tidak hanya menerapkan praktik berbisnis yang lebih bersih saja, akan tetapi juga harus memiliki komunikasi yang lebih baik dengan kostumer agar produk mereka lebih dikenal dan menempati posisi unggulan di pasaran sebagai produk yang ramah lingkungan. Di bawah ini menunjukan lima langkah praktik Green Business:

input: berupa sumber daya yang dapat diperbarui dan material yang dapat didaur ulang.
proses: menggunakan sumber energi alternatif, dan menekan penggunaan energi.
output: menghasilkan green product/service.
marketing: menambahkan green label dan kompetisi keunggulan produk.
lingkungan eksternal: mengurangi limbah emisi karbon yang berbahaya bagi alam.

Setelah mengetahui langkah – langkah dalam bisnis “Hijau” kita juga perlu mengetahui tingkat kehijauan dalam bisnis, seperti:
Tingkat 1, adalah perusahaan yang memproduksi produk – produk dan jasa yang bermanfaat bagi lingkungan.
Tingkat 2, adalah perusahaan yang telah mengambil langkah dalam mengganti produk dan/atau proses mereka dalam memproduksi ke dalam cara yang lebih ramah lingkungan.
Dan Tingkat yang paling terakhir adalah perusahaan – perusahaan yang telah melakukan perbaikan dalam bidang efisiensi proses atau mengganti imej brand mereka menjadi brand yang benar – benar hijau mulai dari bahan hingga proses yang di tempuh untuk menghasilkan suatu produk atau jasa.

Tanggapan Pasar
Bersamaan dengan kesadaran akan perubahan iklim yang tidak teratur sekarang ini, semua pihak mendambakan sebuah perubahan dalam kehidupan mereka yang dapat sedikit demi sedikit mengurangi kerusakan alam yang menjadi penyebab berbagai bencana yang melanda. Para investor mempunyai cara yang berbeda dalam menanggapi hal ini, mereka mulai bergerak dengan meninvestasikan asset mereka ke dalam industri yang dapat menjaga lingkungan tetap terjaga. Berbeda dengan para investor, kebanyakan kostumer tidak membelanjakan uang mereka untuk produk yang “hijau”. Mereka menanggap bahwa label “Hijau” pada suatu produk hanya sebagai bonus tambahan karena mereka masih mengutamakan konsep harga, kenyamanan dan performansi dari produk tersebut daripada label “hijau”nya. Sebagai contohnya adalah penggunaan kertas hasil daur-ulang. Masyarakat masih enggan menggunakan produk kertas dari hasil daur ulang karena masih mementingkan kenyamanan dan tingkat artistik, kertas daur ulang memang kurang performansinya daripada kertas baru karena mungkin lebih kasar atau memiliki warna yang kurang menarik sehingga permintaan pasar atas kertas baru masih sangat tinggi. Di sini lah letak permasalahan yang harus di taklukan agar masyarakat mau beralih pada produk yang “hijau” namun produk tersebut memenuhi standar permintaan mereka.

Setelah mampu memenuhi permintaan pasar tentang produk yang ideal, ada beberapa strategi yang harus dijalankan dalam menjalankan bisnis yang benar – benar ramah lingkungan. Langkah yang harus ditempuh adalah mengubah perusahaan ke dalam tingkat teratas klasifikasi perusahaan ramah lingkungan yang dapat dilakukan dengan cara:
1.      Mempunyai prinsip yang benar – benar menjunjung tinggi konsep Environment Friendly dalam setiap visi dan misi perusahaan dalam berbisnis.
2.      Memiliki proses bisnis ramah lingkungan. Misalnya menerapkan teknologi ramah lingkungan, memanfaatkan energy alternatif, menekan konsumsi energi, dan mengurangi emisi.
3.      Menghasilkan produk yang tidak berbahaya untuk alam atau bahkan memproduksi barang yang bisa didaur ulang sehingga dapat digunakan kembali.
4.      Mengadakan promosi dan pendekatan terhadap konsumen sehingga mereka mau menggunakan produk ramah lingkungan.

Kesimpulan
Bisnis dengan konsep ramah lingkungan memang belum diterapkan di semua industri yang ada di dunia. Dalam kaitannya menjaga dan melestarikan lingkungan, konsep “Go Green” adalah satu – satunya cara dalam berbisnis untuk mereduksi limbah yang dihasilkan.


References:
Dr. Sajal Kabiraj. Going Green: A Holistic Approach to Transform Business. (Journal). Avalaible on Proquest [Last visited on November 2012]
David G. Mandelbaum. Seeing Green: Environmental Friendliness as a Business Strategy. (Article 2008). Available on Proquest [Last visited on November 2012)

Minggu, 07 Oktober 2012

the Contracts of Sharia Business and Its Application on Sharia Banks

Sharia economic system has been known by Moslems a longtime ago. However, nowadays sharia economic system has been known by all people, not only by moslems but also by all economic actors all around the world who had been acknowledged it. Now, many people begin to doing some study over Sharia economic system that can be considered as a substitute of conventional economic system because the later less able to control the rampant crisis now.
Before we study further about sharia economic system we have to know that it have some akad in doing economic activities. Then what is akad? And what are those akad in sharia economic?
In Islamic law, akad means “a combination or pooling of supply (IJab) and acceptance (qabul)” which is valid according to Islamic law. Consent is a quote from the first, while qabul is acceptance of the offer mentioned by the first party.
In sharia economy there are some principles that later split into several contacts, those principles are:
1.      Profit and Loss Sharing
There are two kind of akad (contract) below this principle,
a.       Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing)
Through this contract, two or more parties (including banks and financial institutions with customer) can collect their capital to form a corporation (shirkah al inan) as a legal entity.
Jadi setiap pihak mendapatkan proporsi tertentu dalam mendapat keuntungan atau mendapat tanggung jawab menanggung kerugian serta mendapat hak untuk mengawasi perusahaan sesuai dengan besar modal awal yang ia berikan.
b.      Mudharabah (Thrustee Profit Sharing)
In mudharabah, a contractual relationship is between the providers of funds (shahibul maal) and entrepreneur (mudharib). In this contract, a mudharib (can be individual, a company or a household economic units, including the banks)to raise capital from other economic unit for the purpose of trafficking.
Mudharib dalam kontrak ini menjadi trustee atas modal tersebut. Jika pryek selesai, mudharib akan mengembalikan modal tersebut kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya.
Ada  2  tipe mudharabah, yaitu:
a.       Mudharabah Mutlaqah: pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Pengelola bertanggung jawab untuk mengelola usaha sesuai dengan praktek kebiasaan usaha yang sehat (uruf).
b.      Mudharabah Muqayyadah: pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
2.      Prinsip Jual-Beli
Pengertian jual beli meliputi berbagai akad pertukaran (exchange contract) antara suatu barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas barang dan jasa lainnya. Penyerahan jumlah atau harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan dengan segera (cash and carry) ataupun secara tangguh (deferred). Daam hukum ekonomi islam telah diidentifikasi dan diuraikan macam macam jual-beli. Berdasarkan barang yang dipertukarkan jual beli terbagi 4 macam:
a.       Bai’ al Muthlaqah yaitu pertukaran antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Dalam ekonomi islam sampai sekarang masih terjadi perdebatan mengenai uang sebagai alat tukar dalam kegiatan jual-beli. setiap mata uang memiliki nilai kurs yang berbeda. perbedaan kurs mata uang ini yang dianggap menyalahi hukum islam. miaslnya nilai USD dengan Rupiah, jika seseorang membeli sebuah barang yang harganyya Lima Ratus Ribu Rupiah maka dengan uang rupiah ia harus membayar sebesar harga tersebut namun jika orang Amerika yang membayar dengan dollar ia hanya membayar sebesar 50 USD saja (anggap 1 USD = Rp 10,000)
b.   Ba’I al muqayyadah yaitu jualbeli dimana pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter).
c.       Bai’ Al sharf yaitu jual-beli atau pertukaran antara satu mata uang asing dengan mata uang asing lain.
d.      Bai’ as salam adalah akad jual-beli dimana pembeli membayar uang (sebesar harga) barang yang telah disebutkan spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Bai’ as salam biasanya dilakukan untuk produk-produk pertanian jangka pendek.
Sedangkan pembagian jual-beli berdasarkan harganya terbagi 4 macam:
a.  Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan termasuk keuntungan dan keuntungan yang diambil.
b.      Bai’ al muwadha’ah yaitu jual beli diamana penjual melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan potongan (discount). Penjualan semacam ini biasanya hanya dilakukan untuk barang-barang yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
c.    Bai’ al musawamah yaitu jual beli dimana tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
d.   Bai’ al tauliyah yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan yang sama dengan harga pokok barang.
e.     Bai’ al istishna yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi dan diserahkan kemudian.
3.      Prinsip sewa dan Sewa-Beli Sewa (Ijarah) oleh para ulama dianggap sebagai model pembiayaan yang dibenarkan oleh syariah islam. Model ini secara konvensional dikenal sebagai operating lease dan financing ease. Al ijarah atau sewa adalah kontrak yang melibatkan suatu batang (sebagai harga) dengan jasa atau manfaat atas barang lainnya. Penyewa dapat juga diberi opsi untuk memiliki barang yang disewakan tersebut pada saat sewaselesai, dan kontrak ini disebut al ijarah wa iqtina atau al ijarah muntahiyah bi tamlik diamana akad sewa yang terjadi antara bank (sebagai pemilik barang) dengan nasabah (sebagai penyewa) dengan cicilan sewanya sudah termasuk cicilan pokok harga barang.
4.      Prinsip Qard
Qard adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharap imbalan. Secara syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok imbalannya, walaupun syariah membolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya, tetapi pemberi pinjaman sama sekali dilarang untuk meminta imbalan apapun.
5.      Wadi’ah adalah akad antara pemilik barang (mudi’) dengan penerima titipan (wadi) untuk menjaga harta/modal dari kerusakan atau kerugian dan untuk keamanan harta. Ada 2 tipe wadi’ah:
a.       Wadi’ah Yad amanah, akad titipan dimana penerima titipan (custodian) adala penerima kepercayaan (trustee), artinya ia tidak diharuskan mengganti segala risiko kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada asset titipan, dibawah prinsip yad amanah ini asset dari setiap pemilik harus dipisahkandan asset tersebut tidak boleh dipergunakan dan custodian tidak berhak untuk memanfaatkan asset titipan tersebut.
b.      Wadi’ah Yad Dhamanah, akad titipan dimana penerima titipan (custodian) adalah trustee yang sekaligus penjamin keamanan asset yang dititpkan. Penerima simpanan bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada asset titipan tersebut.
Berikut contoh implementasi akad dalam bank syariah:
1.      Giro (Al Wadi’ah)
a.       Keamanan dana
b.      Pengalokasian harta berdasarkan syariah
c.       Bonus
2.      Deposito (Al Mudharabah)
a.       Keamanan dana
b.      Pengalokasian harta berdasarkan syariah
c.       Bagi hasil yang dapat diperhitungkan harian
3.      Penyetor zakat, infaq dan shadaqah (Al Wakalah)
a.       Keamanan dana
b.      Pengalokasian harta
c.       Laporan pemanfaatan dana ZIS
4.      Penerimaan pembiayaan Musyarakah (Al Musyarakah)
a.       Dana/modal kerja, modal barang dagangan
b.      Bagi hasil
5.      Pembeli jual jadi (Al Murabahah)
Barang, modal, bahan baku, peralatan
6.       Pembeli bayar tangguh (deferred sale) (Al Bai’u Bistaman Ajil)
Kemudahan Angsuran
7.       Pembeli terima tangguh (Bistaman salam)
Barang, modal, bahan baku, peralatan

8.      Pembeli pesanan (Bai’u isti’na)
Barang, modal, bahan baku, peralatan

9.       Kontrak pembelian Berkala (Bai’u Istijar)
Barang jadi, bahan baku, peralatan
10.   Sewa (Al Ijarah)
a.       Dana
b.      Bagi hasil
11.  Sewa beli (leasing ending with ownership) (Al Bai’u al Takjiri)
Pemanfaatan barang berakhir dengan kepemilikan
12.  Jual beli valuta asing (Al Sarf)
Mata uang
13.  Penerima jaminan (Al Dhamanah)
Bank Garansi
14.   Kebutuhan kredit pembiayaan kebajikan (Al Qardhul Hasan)
Dana, bimbingan Manajemen


Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan dia atas adalah bahwa dalam bisnis syariah terdapat berbagai macam akad yang dapat digunakan dalam berbagai kegiatan bisnis sehari-hari serta jelas hukumnya. Dengan akad yang jelas perolehan hak dalam suatu bisnis dapat diserahkan pada pihak yang benar.


Referensi:
Anwar, S.2007. Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Purnamasari, Irma dan Suswinarno. 2011. Akad Syariah. Bandung: Penerbit Kaifa PT Mizan Pustaka
.



   





Sabtu, 22 September 2012


The Differences between Sharia Business and Conventional Business

Abstract
This paper discuss the differences between sharia business and conventional business and I will try to give an opinion about them and also a few examples about sharia financial concept.

Intoduction
The current global financial crisis has not only shed doubts on the proper functioning of
conventional “Western” business, but has also increased the attention on Islamic business.
Academics and policy makers alike point to the advantages of Shariah-compliant business
products, as the mismatch of short-term, on-sight demandable deposits contracts with long-term
uncertain loan contracts is mitigated with equity elements. In addition, Sharia-compliant
products are very attractive for segments of the population that demand financial services that are consistent with our religious beliefs.

They are 4 concepts in Sharia Business:
1  -   Tauhid
teaches human to the recognize of the unity of God (Allah)  as the Lord of the Worlds,  to believe that everything in nature is sourced and ends in Him. He is the absolute and the owner of all Allah created. Therefore, all activities particularly in muamalah and business man should follow the existing rules do not violate the constraints given.
2.       Equilibrium
is a concept that suggests social justice, fairness in all matters, including business rules of sharia.
3.       Free Will
that humans have a potential in determining the different choices, because human freedom is not restricted. But the free will given by God (Allah) to man must be in line with the basic principles of human creation that is as inheritors of the earth. So that free will must be in line with the welfare of individual interests to the interests of people.
4.       Responsibility
closely related to human responsibility for all activities conducted with Allah as well as a responsibility to the human community. Because human life is not himself he did not escape the laws made by the man himself as a social community. Responsibility to God is certainly the Hereafter, but the responsibility to the people in the world to come in the form of the laws of formal and non formal legal sanctions such as moral and others.

in a conventional business, the main motivation is for profit as much as possible in a way that is not limited  anyway.
competition can also be done freely so they are the possibility of a huge business monopolies.
Conventional business is also knowing the principles of humanity just like the sharia business but without any religious beliefs that encourage the principles it would just be a pile of unwritten rules that are not used by anyone.

A few sample why Islamic business is more consider than the conventional one:
 Islamic financial transactions cannot include the interest
payment (Riba) at a predetermined or fixed rate; rather, the Holly Qur’an stipulates profit-loss-risk
sharing arrangements, the purchase and resale of goods and services and the provision of
(financial) services for a fee.  A second important characteristic of Islamic business is that they are
in general prohibited from trading in financial risk products, such as derivative products.
One important feature is the pass-through of risk between depositor and borrower. 
Among the most common Islamic banking products are partnership loans between bank and
borrowers.  Under the Mudaraba contract, the bank provides the resources, i.e. the “loan”, while
the client – the entrepreneur – provides effort and expertise.  Profits are shared at a
predetermined ratio, while the losses are borne exclusively by the bank, i.e. the entrepreneur is
covered by limited liability provisions. While the entrepreneur has the ultimate control over her
business, major investment decisions, including the participation of other investors, have to be
approved by the bank.  The Musharaka contract, on the other hand, has the bank as one of
several investors, with profits and losses being shared among all investors.  This partnership
arrangement is mirrored on the deposit side, with investment accounts or deposits that do not
imply a fixed, preset return but profit-loss sharing. Such investment deposits can be either linked
to a bank’s profit level or to a specific investment account on the asset side of a bank’s balance
sheet. 
By the example I had given above I think Sharia Business model is more ideal than the conventional one. And it would be wiser if start using Sharia Business in every part in this world to seek prosperity in this time being and in the afterlife.

Reference:
Islamic vs. Conventional Banking: Business Model, Efficiency and Stability. A paper (journal) made by Thorsten Beck, Asli Demirgüç-Kunt and Ouarda Merrouche.

Sabtu, 15 September 2012


Business Process Management Brings More Competitive Value for Empire.


Nowadays competitive market rivalries become  more complex and hard to surpass. Quick action is one thing that can not be ignored to help us collect and evaluate informations and then  use the informations for event monitoring and problem solving quickly and efficiently. So the quick action is one of the main factors to emerging competitive value of a certain business/organization.

Problem often occurred when the business empire failed or late in responsing the unexpected business challenge. For example many empire out there took too much time to detect new business opportunities and to detect other competitor’s movement, or moreover there are same  empire that intend to have insensitive aerials that can not detect what problem they are facing in the moment where this occurrence becomes a contra productive thing for themselves to win over some place in the market rivalry.

To avoid such state, the business leaders need one solution to help them get information over their business state wholly and real-time. So what they see in the moment describes their actual state equally like that exact moment. Not 1 week ago, nor 1 day ago nor even 1 hour ago. In this situation the role of technology is becoming more vital. The business empire can depend on the right technology to help them growing efficiency, as a response trigger, and in the end able to produce more competitive value for the business empire.

A few years ago there were many empires use solution with Information Technology in optimizing their business process but often they developed that solution only half way. They built that IT solution in a separable systems. The said systems divided according to work unit, or according to the existing business process. This thing unfortunately brings some problems when the business process need a form of business process collaboration or information exchange to inish the process that can not be done by IT solution. Actually IT solution like that has become irrelevant or a dynamic business world like today.

The technology of BPM (Business Process Management) is the absolute key to help their business in facing every challenge and competition nowadays. BPM designed to integrate between employees and information system through automation process and has a flexible nature. BPM is also has the ability help the empire built in quick response significantly to satisfy every costumer in every product/service with providing real time information access so it helps us in problem identifying and action posing in responsing every problrm quickly and efficiency.

In this point, what’s BPM? Why BPM become a vital element in an empire success? But before we reaching that subject we have to get to know about BPM in an empire. Business process is an essence of all the activity in a business or an organization. To reach the empire goal we need the help f every business resources. We must know that each business process are unique, according to the business field and its characteristic, like producing process, supply chain management, replying costumer’s questions or new employee recruitment that can be different in every empire.

Efficient and effective BPM will be able to produce competitive value for the empire. If we manage the business in the right way will raise many opportunities. However the empire often doesn’t know well and doesn’t have the ability to control over their own business process. May be the management division succeeded in outcoming an ideal procedure to operate the business process, but in reality, when they put it in action in the field caused redundancy, inefficiency, stagnation, and other various problems. With so much trouble our goal in business may become a failure.

BPM is an approachment which increase effectivity and afficiency through process automation development and the ability to manage alterations. BPM helps empire watch and control every elements, like the employees, customers, supplies, and the workflow. BPM increases the quality of business process through better feedback mechanism providing. The continous and real time review will help the empire to identify problems and then solve them quickly before those problems develop into the bigger ones.
In every BPM solution they have 4 main components:   

 1.  Modeling
User could design the structure of every business graphicly. The process managers able to design a process complete with the elements, rules, sub-process, parallel process, exception handling, error handling and workflow easily without special programming ability and without IT staff assistance.

2. Integrity

BPM connects every element in the process therefor we can built a collaboration of those elements and exchange information. On application level, this idea means the using of API (Application Programming Interface) ang messaging. Or users, this means provide workspace in their computer or wireless device to do the task according to a certain business process.

3.       Monitoring

User can do performance control from the active business process and monitor every ones included in those processes. User also get information about the active process or even the finish one including all the data inside.

4.       Optimizing

User could analyze and monitor certain business process,see the unefficiency, and also enable user to take the right decision quickly change that process to increase the efficiency.

BPM can be advantageous to the empire. And then what is exactly the advantages  which canbe use by the empire when they use BPM solution to manage and optimize their business process?
  •  The BPM solution will facilitate empires in process business modeling, process monitoring, and also doing some alteration to increase performance.
  •    BPM software helps the empire to run the manual task into the automatic ones. The example is automatic contract deal, notification and status report
  •    Integrity between each business process can be done easily and quick.
  •    BPM helps the empire make exception handling and alternative process to solve problems in a dynamic business state nowadays.
  •   BPM increases business response through the ability in getting information quick and real time.
  •   BPM needs less time to run a certain business process
  •   A good BPM solution can reduce the amount of resource neededin a process

With so many advantages in BPM I think every empire now should prepare to use BPM to bring more competitive values.

reference: bahan manajemen by saltanera

http://id.saltanera.com/bahan/manajemen/manajemen-proses-bisnis-mendorongefisiensi-
dan-menumbuhkan-nilai-kompetitif