Sharia economic system
has been known by Moslems a longtime ago. However, nowadays sharia economic
system has been known by all people, not only by moslems but also by all
economic actors all around the world who had been acknowledged it. Now, many
people begin to doing some study over Sharia economic system that can be
considered as a substitute of conventional economic system because the later
less able to control the rampant crisis now.
Before we study further
about sharia economic system we have to know that it have some akad in doing
economic activities. Then what is akad? And what are those akad in sharia
economic?
In Islamic law, akad
means “a combination or pooling of supply (IJab) and acceptance (qabul)” which
is valid according to Islamic law. Consent is a quote from the first, while
qabul is acceptance of the offer mentioned by the first party.
In sharia economy there
are some principles that later split into several contacts, those principles
are:
1.
Profit and Loss Sharing
There
are two kind of akad (contract) below this principle,
a. Musyarakah
(Joint Venture Profit Sharing)
Through this contract, two or more
parties (including banks and financial institutions with customer) can collect
their capital to form a corporation (shirkah al inan) as a legal entity.
Jadi setiap pihak mendapatkan proporsi
tertentu dalam mendapat keuntungan atau mendapat tanggung jawab menanggung
kerugian serta mendapat hak untuk mengawasi perusahaan sesuai dengan besar
modal awal yang ia berikan.
b. Mudharabah
(Thrustee Profit Sharing)
In mudharabah, a contractual relationship
is between the providers of funds (shahibul maal) and entrepreneur (mudharib). In
this contract, a mudharib (can be individual, a company or a household economic
units, including the banks)to raise capital from other economic unit for the
purpose of trafficking.
Mudharib dalam kontrak ini menjadi
trustee atas modal tersebut. Jika pryek selesai, mudharib akan mengembalikan
modal tersebut kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah
disetujui sebelumnya.
Ada 2 tipe
mudharabah, yaitu:
a. Mudharabah
Mutlaqah: pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola untuk
menggunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Pengelola
bertanggung jawab untuk mengelola usaha sesuai dengan praktek kebiasaan usaha
yang sehat (uruf).
b. Mudharabah
Muqayyadah: pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola
dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
2.
Prinsip Jual-Beli
Pengertian
jual beli meliputi berbagai akad pertukaran (exchange contract) antara suatu
barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas barang dan jasa lainnya. Penyerahan jumlah
atau harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan dengan segera (cash and
carry) ataupun secara tangguh (deferred). Daam hukum ekonomi islam telah
diidentifikasi dan diuraikan macam macam jual-beli. Berdasarkan barang yang
dipertukarkan jual beli terbagi 4 macam:
a.
Bai’ al Muthlaqah yaitu pertukaran
antara barang atau jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar. Dalam ekonomi islam sampai sekarang masih terjadi perdebatan mengenai uang sebagai alat tukar dalam kegiatan jual-beli. setiap mata uang memiliki nilai kurs yang berbeda. perbedaan kurs mata uang ini yang dianggap menyalahi hukum islam. miaslnya nilai USD dengan Rupiah, jika seseorang membeli sebuah barang yang harganyya Lima Ratus Ribu Rupiah maka dengan uang rupiah ia harus membayar sebesar harga tersebut namun jika orang Amerika yang membayar dengan dollar ia hanya membayar sebesar 50 USD saja (anggap 1 USD = Rp 10,000)
b. Ba’I al muqayyadah yaitu jualbeli dimana
pertukaran terjadi antara barang dengan barang (barter).
c.
Bai’ Al sharf yaitu jual-beli atau
pertukaran antara satu mata uang asing dengan mata uang asing lain.
d.
Bai’ as salam adalah akad jual-beli
dimana pembeli membayar uang (sebesar harga) barang yang telah disebutkan
spesifikasinya, sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan
kemudian, yaitu pada tanggal yang disepakati. Bai’ as salam biasanya dilakukan
untuk produk-produk pertanian jangka pendek.
Sedangkan pembagian
jual-beli berdasarkan harganya terbagi 4 macam:
a. Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi
tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan termasuk
keuntungan dan keuntungan yang diambil.
b.
Bai’ al muwadha’ah yaitu jual beli diamana penjual melakukan
penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau dengan
potongan (discount). Penjualan semacam ini biasanya hanya dilakukan untuk
barang-barang yang nilai bukunya sudah sangat rendah.
c. Bai’ al musawamah yaitu jual beli dimana tidak memberitahukan
harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
d. Bai’ al tauliyah yaitu jual beli dimana penjual melakukan
penjualan yang sama dengan harga pokok barang.
e. Bai’ al istishna yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang
tersebut dibayar lebih dulu tapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan
syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi
dan diserahkan kemudian.
3. Prinsip sewa dan
Sewa-Beli Sewa (Ijarah) oleh para ulama dianggap sebagai model pembiayaan yang
dibenarkan oleh syariah islam. Model ini secara konvensional dikenal sebagai
operating lease dan financing ease. Al ijarah atau sewa adalah kontrak yang
melibatkan suatu batang (sebagai harga) dengan jasa atau manfaat atas barang
lainnya. Penyewa dapat juga diberi opsi untuk memiliki barang yang disewakan
tersebut pada saat sewaselesai, dan kontrak ini disebut al ijarah wa iqtina
atau al ijarah muntahiyah bi tamlik diamana akad sewa yang terjadi antara bank
(sebagai pemilik barang) dengan nasabah (sebagai penyewa) dengan cicilan
sewanya sudah termasuk cicilan pokok harga barang.
4.
Prinsip Qard
Qard
adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharap imbalan. Secara syariah
peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok imbalannya, walaupun syariah
membolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya,
tetapi pemberi pinjaman sama sekali dilarang untuk meminta imbalan apapun.
5.
Wadi’ah adalah akad antara pemilik
barang (mudi’) dengan penerima titipan (wadi) untuk menjaga harta/modal dari
kerusakan atau kerugian dan untuk keamanan harta. Ada 2 tipe wadi’ah:
a. Wadi’ah
Yad amanah, akad titipan dimana penerima titipan (custodian) adala penerima
kepercayaan (trustee), artinya ia tidak diharuskan mengganti segala risiko
kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada asset titipan, dibawah prinsip yad
amanah ini asset dari setiap pemilik harus dipisahkandan asset tersebut tidak
boleh dipergunakan dan custodian tidak berhak untuk memanfaatkan asset titipan
tersebut.
b. Wadi’ah
Yad Dhamanah, akad titipan dimana penerima titipan (custodian) adalah trustee yang
sekaligus penjamin keamanan asset yang dititpkan. Penerima simpanan bertanggung
jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada asset titipan
tersebut.
Berikut contoh
implementasi akad dalam bank syariah:
1. Giro (Al Wadi’ah)
a. Keamanan dana
b. Pengalokasian harta berdasarkan
syariah
c. Bonus
2. Deposito (Al Mudharabah)
a. Keamanan dana
b. Pengalokasian harta berdasarkan
syariah
c. Bagi hasil yang dapat diperhitungkan
harian
3. Penyetor zakat, infaq dan shadaqah
(Al Wakalah)
a. Keamanan dana
b. Pengalokasian harta
c. Laporan pemanfaatan dana ZIS
4. Penerimaan pembiayaan Musyarakah (Al
Musyarakah)
a. Dana/modal kerja, modal barang
dagangan
b. Bagi hasil
5. Pembeli jual jadi (Al Murabahah)
Barang, modal, bahan baku, peralatan
6. Pembeli bayar tangguh (deferred sale) (Al Bai’u
Bistaman Ajil)
Kemudahan Angsuran
7. Pembeli terima tangguh (Bistaman salam)
Barang,
modal, bahan baku, peralatan
8. Pembeli pesanan (Bai’u isti’na)
Barang, modal, bahan baku, peralatan
9. Kontrak pembelian Berkala (Bai’u Istijar)
Barang jadi, bahan baku, peralatan
10. Sewa (Al Ijarah)
a. Dana
b. Bagi hasil
11. Sewa beli (leasing ending with
ownership) (Al Bai’u al Takjiri)
Pemanfaatan barang berakhir dengan kepemilikan
12. Jual beli valuta asing (Al Sarf)
Mata uang
13. Penerima jaminan (Al Dhamanah)
Bank Garansi
14. Kebutuhan kredit pembiayaan kebajikan (Al
Qardhul Hasan)
Dana,
bimbingan Manajemen
Kesimpulan yang dapat
diambil dari penjelasan dia atas adalah bahwa dalam bisnis syariah terdapat
berbagai macam akad yang dapat digunakan dalam berbagai kegiatan bisnis
sehari-hari serta jelas hukumnya. Dengan akad yang jelas perolehan hak dalam
suatu bisnis dapat diserahkan pada pihak yang benar.
Referensi:
Anwar, S.2007. Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Anwar, S.2007. Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Purnamasari, Irma dan Suswinarno. 2011. Akad Syariah. Bandung:
Penerbit Kaifa PT Mizan Pustaka
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar